Pendekatan Adjusted Present Value
2.1 Investasi
Investasi adalah modal perusahaan dalam bentuk aset seperti plant and equipment dan aset tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan arus kas (cash flow). Penggeluaran modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek oleh perusahaan akan menentukan arah strategi dari perusahaan sehingga dapat menghasilkan suatu return yang maksimal bagi perusahaan. Manajemen perusahaan bertugas untuk memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm) dari perusahaan. Dengan memaksimalkan nilai perusahaan maka pemegang saham juga akan menerima hasil dari investasinya tersebut.
2.2 Penganggaran Modal (Capital Budgeting)
Capital budgeting adalah suatu proses identifikasi dan seleksi investasi pada aset jangka panjang atau aset yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan lebih dari satu tahun. Konsep mendasar dari capital budgeting adalah nilai waktu dari uang (time value of money).
Sebelum proses pengganggaran modal dimulai, manajemen harus terlebih dahulu menentukan strategi perusahaan, melakukan pemilihan dan seleksi terhadap investasi tersebut, menentukan estimasi terhadap perkiraan pendapatan dan biaya, sumber dana investasi untuk membiayai proyek serta keunggulan perusahaan dan pesaing-pesaing yang ada di industri tersebut.
Proses dari capital budgeting dimulai dari penentuan tujuan perusahaan melalui rencana strategis dalam bentuk kebijakan dan arah susunan prioritas, kerangka yang struktural, strategi serta taktik pada pengembangan bisnis dan pedoman dalam proses perencanaan. Rencana strategis adalah sebuah rancangan utama perusahaan dan mengidentifikasi secara jelas bisnis perusahaan dalam memposisikan diri di masa yang akan datang. Pengidentifikasian kesempatan (opportunities) dalam investasi dan proposal proyek investasi adalah proses yang penting dalam capital budgeting. Proposal proyek tidak dapat menghasilkan sesuatu pada keadaan yang terisolasi, harus sesuai dengan tujuan, visi serta misi dan rencana strategi jangka panjang perusahaan. Begitu banyaknya potensi yang dapat dihasilkan dari suatu proposal investasi, tetapi tidak semua dapat dianalisa secara tepat dalam analisa proyek. Oleh karenanya harus melalui proses seleksi proyek utama oleh manajemen. Pemilihan ini meliputi kwantitatif analisa dan pertimbangan berdasarkan intuisi dan pengalaman. Proyek yang melewati fase pemilihan pendahuluan menjadi kandidiat penilaian keuangan untuk mengetahui secara pasti jika proyek dapat menambah nilai perusahaan (value to firm). Langkah ini biasanya disebut kwantitatif analisis, ekonomi dan peniliaian keuangan, evaluasi proyek atau analisis proyek sederhana.
Financial appraisal, quantitative analysis, project evaluation or project analysis
Qualitative factors, judgements and gut feelings
Accept/Reject decision on the projects
Accept Reject
Implementation
Facilitation, monitoring, control and review
Continue, expand or a banding project
Post implementation audit
2.3 Risiko
Setiap keputusan yang diambil untuk suatu investasi, ada risiko yang harus dihadapi oleh manajemen perusahaan. Risiko tersebut tidak mudah untuk diperkirakan akan terjadi atau akan mungkin dihadapi di masa yang akan datang. Semakin besar ketidakpastian di dalam suatu proyek maka akan semakin besar pula risiko yang akan dihadapi.
Risiko yang mungkin dihadapi manajemen di dalam pelaksanaan suatu proyek investasi adalah tingkat suku bunga, nilai tukar, inflasi, situasi keamanan dan politik dimana proyek tersebut dilaksanakan.
Risiko terbagi atas 3 (tiga) yaitu (1) risiko yang berdiri sendiri (stand-alone risk) yaitu risiko proyek karena tidak membagi risiko yang ada ke dalam beberapa aset atau saham, risiko ini diukur melalui expected return dari proyek tersebut (2) risiko perusahaan (corporate/within firm risk) yaitu risiko yang terbagi atas beberapa aset dalam satu portofolio, diukur melalui dampak proyek pada ketidakpastian mengenai laba perusahaan di masa mendatang (3) risiko pasar (market/beta risk) yaitu tingkat risiko proyek yang terdiversifkasi dengan baik, proyek hanyalah salah satu dari aktiva-aktiva yang ada, diukur melalui pengaruh proyek pada koefisien beta perusahaan (Houston, 2006). Risiko proyek dapat dibedakan atas 2 (dua) yaitu: (1) systematic risk yaitu risiko yang mempengaruhi sejumlah besar aset, masing masing dengan tingkat yang lebih besar atau lebih kecil misalnya inflasi akan memberikan pengaruh pada kenaikan ongkos produksi sehingga mempengaruhi juga terhadap harga jual perusahaan (2) an unsystematic risk yaitu risiko yang secara khusus mempengaruhi sebuah aset atau sebuah kelompok aset misalnya penemuan sebuah lokasi tambang baru (Ross, 2008).
2.4 Weighted Cost of Capital (WACC)
Untuk membiayai sebuah investasi jangka panjang, perusahaan dapat menggunakan dana dari modal (equity) atau dari pinjaman (loan). Untuk menggunakan dana tersebut, ada biaya yang harus ditanggung dengan tingkat pengembalian yang berbeda-beda tergantung pada risikonya. Makin besar risiko suatu investasi maka makin besar pula tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor atau banker tersebut.
Weighted cost of capital merupakan biaya rata-rata dari berbagai macam sumber pendanaan tidak hanya berasal dari modal
tetapi juga dari pinjaman sehingga biayanya memperhitungkan kedua sumber pendanaan (Ross, 2008).
dengan:
= Weighted Cost of Capital
KE = Cost of equity Kd = Cost of debt E = Equity V = Debt + Equity D = Debt
Cost of Equity dapat dihitung dari hubungan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor (Capital Asset Pricing Model-CAPM) (Ross, 2008).
(2.2)
= Cost of equity = Individual risk (company risk) = Risk-free rate = The market premium
2.5 Arus Kas (Cash Flow)
Di dalam melakuan analisa capital budgeting diperlukan estimasi arus kas. Dimulai dari investasi awal hingga proyek itu berjalan. Pada tahap awal kas perusahaan masih negatif karena perusahaan hanya mengeluarkan dana untuk pelaksanaan proyek tersebut, setelah proyek tersebut selesai dan arus kas akan menjadi positif akibatnya adanya penghasilan yang dihasilkan dari investasi tersebut.
2.5.1 Arus Kas Tambahan (Incremental Cash Flow)
Perusahaan mengharapkan akan menghasilkan arus kas yang lebih besar daripada sebelum melakukan suatu investasi. Di dalam capital budgeting ini disebut sebagai arus kas tambahan (incremental cash flow). Incremental cash flow ini yang digunakan untuk menghitung atau menganalisa kelayakan suatu proyek dengan metode net present value.
Empat (4) hal yang harus diperhatikan di dalam menentukan arus kas tambahan yaitu (Ross, 2008):
1. Sunk Cost Pengeluaran yang telah terjadi di masa lalu, yang tidak terpengaruh oleh keputusan menerima atau menolak suatu proyek. 2. Opportunity Cost Biaya yang timbul karena perusahaan kehilangan kesempatan menerima suatu pendapatan karena aset perusahaan digunakan pada proyek yang lain. 3. Side Effect
Dapat diklasifikan sebagai erosion atau synergy. Erosion terjadi ketika produk baru menurukan cash flow sedangkan synergy terjadi sebaliknya 4. Allocated Cost Dilihat sebagai pengeluaran kas jika terjadi kenaikan cost pada proyek.
Arus kas dalam suatu proyek terdiri atas beberapa komponen yaitu:
a. Initial investment (Investasi awal) Semua pengeluaran yang digunakan untuk membiayai proyek tersebut. b. Free Cash Flow Arus kas bersih yang dapat dihasilkan selama proyek tersebut berlangsung. Yang diperhitungkan disini adalah selisih arus kas masuk dan keluar (pendapatan dan biaya) setelah dikurangi pajak dan tidak memperhitungkan bunga dan depresiasi. c. Terminal Value Arus kas yang dihasilkan jika pada akhir periode, investasi tersebut dijual. Nilai ini adalah nilai bersih dari penjualan tersebut
2.6 Metode Analisis Capital Budgeting
Setelah melakukan seleksi dan penyaringan maka langkah selanjutnya adalah menganalisa atau mengevaluasi usulan proyek tersebut. Metode yang digunakan tergantung kepada manajemen, setiap metode mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Metode yang biasa digunakan untuk mengevaluasi proyek adalah (1) payback period, (2) net present value, (3) internal rate of return.
2.6.1 Payback Period
Metode ini relatif mudah dan sederhana dalam mengevaluasi proyek pada capital budgeting. Payback period dinyatakan sebagai ekspektasi jumlah tahun yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali investasi awal (Houston, 2006), diformulasikan sebagai berikut: Kriteria dalam penentuan pilihan diterima suatu proyek adalah periode yang tersingkat pada pembayaran kembali. Tidak ada batasan waktu yang jelas. Metode ini sangat lemah dalam penentuan pilihan. Metode ini seringnya digunakan sebagai indikator tingkat risiko dari suatu proyek, makin lama periode pengembaliannya maka proyek tersebut semakin berisiko.
2.6.2 Net Present Value (NPV)
Metode NPV didasarkan pada metode discounted cash flow (DCF). Metode ini adalah nilai sekarang dari setiap arus kas termasuk arus kas masuk dan arus kas keluar, yang didiskontokan pada biaya modal (discount rate) proyek, dengan formulasi sebagai berikut (Houston, 2006):
dengan: = Cash flow yang diharapkan pada periode t
= Discount rate
= Initial outlay
Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika NPV lebih dari 0 (NPV > 0) dan suatu proyek akan ditolak jika NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) (Ross, 2008).
Ada 3 (tiga) sifat mendasar dari Net Present Value adalah (1) menggunakan arus kas, arus kas ini dapat digunakan untuk keperluan lain seperti pembayaran dividen, capital budgeting proyek yang lain atau untuk membayar bunga pinjaman, (2) menggunakan semua arus kas dari proyek, pendekatan yang lain mengabaikan arus kas diantara waktu tertentu, (3) mendiskontokan arus kas dengan pantas, pendekatan yang lain mengabaikan nilai waktu uang (time value of money) dari uang. (Ross, 2008).
Keuntungan dengan menggunakan metode NPV adalah memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut dan model ini memungkinkan perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda dengan menggunakan tingkat diskonto yang sama yang ditetapkan sebelumnya (Klammer, 2000).
Kelemahan dari metode ini adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kualitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup dan asumsi pemilihan discount rate adalah sulit untuk sebagian individu (Klammer, 2000).
2.6.3 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat nilai sekarang (present value) dari ekspektasi arus kas masa akan datang (future cash flow) dari proyek tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain discount rate yang menyebabkan Adjusted Present Value (APV) sama dengan nol (Ross, 2008), yang diformulasikan sebagai berikut:
dengan:
= Cash flow yang diharapkan pada periode t
= Internal rate of return = Intial Outlay
Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) dan akan ditolak jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto (discount rate) (Ross, 2008).
Keuntungan dengan menggunakan metode IRR adalah memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut, model memungkinkan tingkat perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda (Klammer, 2000).
Kelemahan dengan menggunakan metode IRR adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kuantitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup, model mungkin menyebabkan IRR ganda jika terjadi arus kas negatif selama umur proyek dan model mengasumsikan bahwa arus kas masuk dapat diinvestasi ulang pada IRR dari proyek, asumsi ini tidak realistis (Klammer, 2000).
2.7 Adjusted Present Value (APV)
Adjusted present value adalah metode penilaian sebuah proyek pada perusahaan yang menggunakan hutang (levered) adalah sama dengan nilai proyek dari perusahaan tanpa menggunakan hutang (unlevered) ditambah dengan present value dari hutang (Ross, 2008).
Dalam bentuk formula dituliskan sebagai berikut: (2.6)
Adjusted present value (APV) dipengaruhi oleh (Ross, 2008)
1. The tax subsidy to debt Nilai dari hutang adalah prosentase pajak perusahaan dikali dengan hutang 2. The cost of issuing new securities Biaya penerbitan pinjaman menurunkan nilai dari suatu proyek karena didalamnya diperhitungkan waktu dan usaha dari bankers tersebut 3. The cost of financial distress Kemungkinan adanya kegagalan atau risiko ketidakmampuan membayar hutang, maka akibat dari risiko tersebut diperthitungkan
2.8 Terminal Value
Ada dua metode dalam menentukan terminal value yaitu the gordon growth method (juga dikenal dengan perpetuity growth method) atau terminal multiple method. Perpetuity growth method berasumsi bahwa perusahaan dapat tumbuh selamanya (“Gordon”, para 1). Growth rate ini harus mencerminkan tingkat pertumbuhan yang realistis dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, misalnya rata-rata pertumbuhan GDP jangka panjang yang diharapkan, atau tingkat inflasi.
Untuk menghitung terminal value adalah free cash flow tahun terakir dibagi dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) dikurangi dengan growth rate. Dalam bentuk
2.9 Scenario Analysis
Scenario analysis dapat menutupi kelemahan dari sensitivity analysis, analisis ini adalah varian dari sensitivity analysis (Ross, 2008). Analisis ini memungkinkan dilakukannya perubahan asumsi lebih dari satu variabel dalam perhitungan NPV. Pendekatan ini menguji kemungkinan perbedaan skenario, setiap skenario meliputi kumpulan variabel yang diramalkan dapat terjadi dengan wajar.
Analisa dimulai dari menggunakan asumsi dasar yang mungkin dapat terjadi untuk menghitung NPV proyek tersebut. Dari dasar ini, dibuat suatu skenario terburuk atau terbaik yang mungkin terjadi pada saat pelaksanaan proyek tersebut.
Kelemahan dari scenario analysis adalah hanya sedikit perbedaan yang terjadi pada hasil akhir perhitungan NPV, padahal masih banyak kemungkinan lain yang tidak terbatas jumlahnya.
2.10 Sensitivity Analysis
Sensitivity analysis bukan merupakan metode pengukuran kelayakan suatu proyek, analisis ini hanya merupakan alat bantu untuk menguji sensitivity perhitungan NPV dan IRR apabila ada satu asumsi yang berubah sedangkan asumsi lainnya dianggap tetap. Perubahan asumsi menyebabkan estimasi arus kas berubah. Hasil dari analisis ini mengilustrasikan efek dari perubahan asumsi tersebut.
Analisis ini untuk melihat seberapa besar perubahan yang terjadi pada NPV dan IRR apabila ada perubahaan satu parameter sedangkan yang lain tetap sehingga dapat dilihat kemungkinan lain yang dapat terjadi. Analisis ini dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan risiko dari proyek tersebut. Biasanya perusahaan menggunakan 3 (tiga) asumsi (best, optimistic, pessimistic) perhitungan untuk melihat perubahan NPV. Grafik menunjukan semakin curam kemiringan garisnya maka semakin sensitif NPV terhadap perubahan variabel tersebut (Houston, 2006).
Kelemahan dari sensitivity analysis adalah jika pengambil keputusan secara tidak sengaja melakukan kesalahan estimasi pada salah satu variabel dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
2.11 Break-Even Analysis
Analisa ini menggunakan pendekatan untuk penetuan jumlah barang yang dijual pada harga tertentu untuk menutupi biaya yang ada karena transaksi tersebut
2.12 Monte Carlo Simulation
Simulasi Monte Carlo adalah konsep strategi yang menggunakan model dari ketidakpastian. Konsep ini menggabungkan antara sensitivitas dan kemungkinan variabel input. (Ross, 2008).
Penelitian ini menggunakan program Crystal Ball. Program akan memulai dengan memilih secara acak setiap variabel (asumsi) yang berpengaruh dalam cash flow, kemudian program tersebut akan menghitung kemungkinan APV yang dapat
terjadi. Ada 1000 kemungkinan yang dapat terjadi, rata-rata (mean) dan standar deviasi APV ini kemudian dihitung. Rata-rata (mean) merupakan ekspektasi probobilitas proyek sedangkan standar deviasi merupakan risiko dari proyek tersebut.
DCF Analysis - AllergyGone Year 0 Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Cost/Package $6.00 $6.05 $6.10 $6.17 $6.22 # Sold 802,000 967,000 1,132,000 1,297,000 1,462,000 Gross Revenues $4,812,000 $5,850,350 $6,905,200 $7,998,167 $9,088,767 Cost of Revenues $3,609,000 $4,387,763 $5,178,900 $5,998,625 $6,816,575 Gross Income $1,203,000 $1,462,588 $1,726,300 $1,999,542 $2,272,192 Operating Costs $120,300 $146,259 $172,630 $199,954 $227,219 Net Income Before Taxes $1,082,700 $1,316,329 $1,553,670 $1,799,588 $2,044,973 Taxes $346,464 $421,225 $497,174 $575,868 $654,391
Initial Investment
$3,400,000
Net Income
$3,400,000 $736,236 $895,104 $1,056,496 $1,223,720 $1,390,581
NPV $502,080 IRR 15% Assumptions Taxes 32% Discount Rate 10% Cost of Revenues % 75% Operating Cost % 10% Other Assumptions: Depreciation is equal to working capital, no interest, capital expenditures are negligible.
Sumber: Contoh Program Crystal Ball
Investasi adalah modal perusahaan dalam bentuk aset seperti plant and equipment dan aset tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan arus kas (cash flow). Penggeluaran modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek oleh perusahaan akan menentukan arah strategi dari perusahaan sehingga dapat menghasilkan suatu return yang maksimal bagi perusahaan. Manajemen perusahaan bertugas untuk memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm) dari perusahaan. Dengan memaksimalkan nilai perusahaan maka pemegang saham juga akan menerima hasil dari investasinya tersebut.
2.2 Penganggaran Modal (Capital Budgeting)
Capital budgeting adalah suatu proses identifikasi dan seleksi investasi pada aset jangka panjang atau aset yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan lebih dari satu tahun. Konsep mendasar dari capital budgeting adalah nilai waktu dari uang (time value of money).
Sebelum proses pengganggaran modal dimulai, manajemen harus terlebih dahulu menentukan strategi perusahaan, melakukan pemilihan dan seleksi terhadap investasi tersebut, menentukan estimasi terhadap perkiraan pendapatan dan biaya, sumber dana investasi untuk membiayai proyek serta keunggulan perusahaan dan pesaing-pesaing yang ada di industri tersebut.
Proses dari capital budgeting dimulai dari penentuan tujuan perusahaan melalui rencana strategis dalam bentuk kebijakan dan arah susunan prioritas, kerangka yang struktural, strategi serta taktik pada pengembangan bisnis dan pedoman dalam proses perencanaan. Rencana strategis adalah sebuah rancangan utama perusahaan dan mengidentifikasi secara jelas bisnis perusahaan dalam memposisikan diri di masa yang akan datang. Pengidentifikasian kesempatan (opportunities) dalam investasi dan proposal proyek investasi adalah proses yang penting dalam capital budgeting. Proposal proyek tidak dapat menghasilkan sesuatu pada keadaan yang terisolasi, harus sesuai dengan tujuan, visi serta misi dan rencana strategi jangka panjang perusahaan. Begitu banyaknya potensi yang dapat dihasilkan dari suatu proposal investasi, tetapi tidak semua dapat dianalisa secara tepat dalam analisa proyek. Oleh karenanya harus melalui proses seleksi proyek utama oleh manajemen. Pemilihan ini meliputi kwantitatif analisa dan pertimbangan berdasarkan intuisi dan pengalaman. Proyek yang melewati fase pemilihan pendahuluan menjadi kandidiat penilaian keuangan untuk mengetahui secara pasti jika proyek dapat menambah nilai perusahaan (value to firm). Langkah ini biasanya disebut kwantitatif analisis, ekonomi dan peniliaian keuangan, evaluasi proyek atau analisis proyek sederhana.
Financial appraisal, quantitative analysis, project evaluation or project analysis
Qualitative factors, judgements and gut feelings
Accept/Reject decision on the projects
Accept Reject
Implementation
Facilitation, monitoring, control and review
Continue, expand or a banding project
Post implementation audit
2.3 Risiko
Setiap keputusan yang diambil untuk suatu investasi, ada risiko yang harus dihadapi oleh manajemen perusahaan. Risiko tersebut tidak mudah untuk diperkirakan akan terjadi atau akan mungkin dihadapi di masa yang akan datang. Semakin besar ketidakpastian di dalam suatu proyek maka akan semakin besar pula risiko yang akan dihadapi.
Risiko yang mungkin dihadapi manajemen di dalam pelaksanaan suatu proyek investasi adalah tingkat suku bunga, nilai tukar, inflasi, situasi keamanan dan politik dimana proyek tersebut dilaksanakan.
Risiko terbagi atas 3 (tiga) yaitu (1) risiko yang berdiri sendiri (stand-alone risk) yaitu risiko proyek karena tidak membagi risiko yang ada ke dalam beberapa aset atau saham, risiko ini diukur melalui expected return dari proyek tersebut (2) risiko perusahaan (corporate/within firm risk) yaitu risiko yang terbagi atas beberapa aset dalam satu portofolio, diukur melalui dampak proyek pada ketidakpastian mengenai laba perusahaan di masa mendatang (3) risiko pasar (market/beta risk) yaitu tingkat risiko proyek yang terdiversifkasi dengan baik, proyek hanyalah salah satu dari aktiva-aktiva yang ada, diukur melalui pengaruh proyek pada koefisien beta perusahaan (Houston, 2006). Risiko proyek dapat dibedakan atas 2 (dua) yaitu: (1) systematic risk yaitu risiko yang mempengaruhi sejumlah besar aset, masing masing dengan tingkat yang lebih besar atau lebih kecil misalnya inflasi akan memberikan pengaruh pada kenaikan ongkos produksi sehingga mempengaruhi juga terhadap harga jual perusahaan (2) an unsystematic risk yaitu risiko yang secara khusus mempengaruhi sebuah aset atau sebuah kelompok aset misalnya penemuan sebuah lokasi tambang baru (Ross, 2008).
2.4 Weighted Cost of Capital (WACC)
Untuk membiayai sebuah investasi jangka panjang, perusahaan dapat menggunakan dana dari modal (equity) atau dari pinjaman (loan). Untuk menggunakan dana tersebut, ada biaya yang harus ditanggung dengan tingkat pengembalian yang berbeda-beda tergantung pada risikonya. Makin besar risiko suatu investasi maka makin besar pula tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor atau banker tersebut.
Weighted cost of capital merupakan biaya rata-rata dari berbagai macam sumber pendanaan tidak hanya berasal dari modal
tetapi juga dari pinjaman sehingga biayanya memperhitungkan kedua sumber pendanaan (Ross, 2008).
dengan:
= Weighted Cost of Capital
KE = Cost of equity Kd = Cost of debt E = Equity V = Debt + Equity D = Debt
Cost of Equity dapat dihitung dari hubungan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor (Capital Asset Pricing Model-CAPM) (Ross, 2008).
(2.2)
= Cost of equity = Individual risk (company risk) = Risk-free rate = The market premium
2.5 Arus Kas (Cash Flow)
Di dalam melakuan analisa capital budgeting diperlukan estimasi arus kas. Dimulai dari investasi awal hingga proyek itu berjalan. Pada tahap awal kas perusahaan masih negatif karena perusahaan hanya mengeluarkan dana untuk pelaksanaan proyek tersebut, setelah proyek tersebut selesai dan arus kas akan menjadi positif akibatnya adanya penghasilan yang dihasilkan dari investasi tersebut.
2.5.1 Arus Kas Tambahan (Incremental Cash Flow)
Perusahaan mengharapkan akan menghasilkan arus kas yang lebih besar daripada sebelum melakukan suatu investasi. Di dalam capital budgeting ini disebut sebagai arus kas tambahan (incremental cash flow). Incremental cash flow ini yang digunakan untuk menghitung atau menganalisa kelayakan suatu proyek dengan metode net present value.
Empat (4) hal yang harus diperhatikan di dalam menentukan arus kas tambahan yaitu (Ross, 2008):
1. Sunk Cost Pengeluaran yang telah terjadi di masa lalu, yang tidak terpengaruh oleh keputusan menerima atau menolak suatu proyek. 2. Opportunity Cost Biaya yang timbul karena perusahaan kehilangan kesempatan menerima suatu pendapatan karena aset perusahaan digunakan pada proyek yang lain. 3. Side Effect
Dapat diklasifikan sebagai erosion atau synergy. Erosion terjadi ketika produk baru menurukan cash flow sedangkan synergy terjadi sebaliknya 4. Allocated Cost Dilihat sebagai pengeluaran kas jika terjadi kenaikan cost pada proyek.
Arus kas dalam suatu proyek terdiri atas beberapa komponen yaitu:
a. Initial investment (Investasi awal) Semua pengeluaran yang digunakan untuk membiayai proyek tersebut. b. Free Cash Flow Arus kas bersih yang dapat dihasilkan selama proyek tersebut berlangsung. Yang diperhitungkan disini adalah selisih arus kas masuk dan keluar (pendapatan dan biaya) setelah dikurangi pajak dan tidak memperhitungkan bunga dan depresiasi. c. Terminal Value Arus kas yang dihasilkan jika pada akhir periode, investasi tersebut dijual. Nilai ini adalah nilai bersih dari penjualan tersebut
2.6 Metode Analisis Capital Budgeting
Setelah melakukan seleksi dan penyaringan maka langkah selanjutnya adalah menganalisa atau mengevaluasi usulan proyek tersebut. Metode yang digunakan tergantung kepada manajemen, setiap metode mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Metode yang biasa digunakan untuk mengevaluasi proyek adalah (1) payback period, (2) net present value, (3) internal rate of return.
2.6.1 Payback Period
Metode ini relatif mudah dan sederhana dalam mengevaluasi proyek pada capital budgeting. Payback period dinyatakan sebagai ekspektasi jumlah tahun yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali investasi awal (Houston, 2006), diformulasikan sebagai berikut: Kriteria dalam penentuan pilihan diterima suatu proyek adalah periode yang tersingkat pada pembayaran kembali. Tidak ada batasan waktu yang jelas. Metode ini sangat lemah dalam penentuan pilihan. Metode ini seringnya digunakan sebagai indikator tingkat risiko dari suatu proyek, makin lama periode pengembaliannya maka proyek tersebut semakin berisiko.
2.6.2 Net Present Value (NPV)
Metode NPV didasarkan pada metode discounted cash flow (DCF). Metode ini adalah nilai sekarang dari setiap arus kas termasuk arus kas masuk dan arus kas keluar, yang didiskontokan pada biaya modal (discount rate) proyek, dengan formulasi sebagai berikut (Houston, 2006):
dengan: = Cash flow yang diharapkan pada periode t
= Discount rate
= Initial outlay
Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika NPV lebih dari 0 (NPV > 0) dan suatu proyek akan ditolak jika NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) (Ross, 2008).
Ada 3 (tiga) sifat mendasar dari Net Present Value adalah (1) menggunakan arus kas, arus kas ini dapat digunakan untuk keperluan lain seperti pembayaran dividen, capital budgeting proyek yang lain atau untuk membayar bunga pinjaman, (2) menggunakan semua arus kas dari proyek, pendekatan yang lain mengabaikan arus kas diantara waktu tertentu, (3) mendiskontokan arus kas dengan pantas, pendekatan yang lain mengabaikan nilai waktu uang (time value of money) dari uang. (Ross, 2008).
Keuntungan dengan menggunakan metode NPV adalah memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut dan model ini memungkinkan perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda dengan menggunakan tingkat diskonto yang sama yang ditetapkan sebelumnya (Klammer, 2000).
Kelemahan dari metode ini adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kualitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup dan asumsi pemilihan discount rate adalah sulit untuk sebagian individu (Klammer, 2000).
2.6.3 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat nilai sekarang (present value) dari ekspektasi arus kas masa akan datang (future cash flow) dari proyek tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain discount rate yang menyebabkan Adjusted Present Value (APV) sama dengan nol (Ross, 2008), yang diformulasikan sebagai berikut:
dengan:
= Cash flow yang diharapkan pada periode t
= Internal rate of return = Intial Outlay
Kriteria suatu proyek investasi dapat diterima jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) dan akan ditolak jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto (discount rate) (Ross, 2008).
Keuntungan dengan menggunakan metode IRR adalah memperhitungkan nilai waktu uang (time value of money), mempertimbangkan semua arus kas yang diharapkan pada potensi investasi tanpa memperhatikan waktu dari arus kas tersebut, model memungkinkan tingkat perbandingan yang dibuat antara proyek dengan pola arus kas yang berbeda (Klammer, 2000).
Kelemahan dengan menggunakan metode IRR adalah model memberikan sebuah kesalahan kecermatan, perhitungan present value didasarkan pada estimasi dari ketidakpastian arus kas masa akan datang, keakuratan perhitungan keuangan mungkin berakibat pada kuantitas dan faktor waktu tanpa menerima pertimbangan yang cukup, model mungkin menyebabkan IRR ganda jika terjadi arus kas negatif selama umur proyek dan model mengasumsikan bahwa arus kas masuk dapat diinvestasi ulang pada IRR dari proyek, asumsi ini tidak realistis (Klammer, 2000).
2.7 Adjusted Present Value (APV)
Adjusted present value adalah metode penilaian sebuah proyek pada perusahaan yang menggunakan hutang (levered) adalah sama dengan nilai proyek dari perusahaan tanpa menggunakan hutang (unlevered) ditambah dengan present value dari hutang (Ross, 2008).
Dalam bentuk formula dituliskan sebagai berikut: (2.6)
Adjusted present value (APV) dipengaruhi oleh (Ross, 2008)
1. The tax subsidy to debt Nilai dari hutang adalah prosentase pajak perusahaan dikali dengan hutang 2. The cost of issuing new securities Biaya penerbitan pinjaman menurunkan nilai dari suatu proyek karena didalamnya diperhitungkan waktu dan usaha dari bankers tersebut 3. The cost of financial distress Kemungkinan adanya kegagalan atau risiko ketidakmampuan membayar hutang, maka akibat dari risiko tersebut diperthitungkan
2.8 Terminal Value
Ada dua metode dalam menentukan terminal value yaitu the gordon growth method (juga dikenal dengan perpetuity growth method) atau terminal multiple method. Perpetuity growth method berasumsi bahwa perusahaan dapat tumbuh selamanya (“Gordon”, para 1). Growth rate ini harus mencerminkan tingkat pertumbuhan yang realistis dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, misalnya rata-rata pertumbuhan GDP jangka panjang yang diharapkan, atau tingkat inflasi.
Untuk menghitung terminal value adalah free cash flow tahun terakir dibagi dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) dikurangi dengan growth rate. Dalam bentuk
2.9 Scenario Analysis
Scenario analysis dapat menutupi kelemahan dari sensitivity analysis, analisis ini adalah varian dari sensitivity analysis (Ross, 2008). Analisis ini memungkinkan dilakukannya perubahan asumsi lebih dari satu variabel dalam perhitungan NPV. Pendekatan ini menguji kemungkinan perbedaan skenario, setiap skenario meliputi kumpulan variabel yang diramalkan dapat terjadi dengan wajar.
Analisa dimulai dari menggunakan asumsi dasar yang mungkin dapat terjadi untuk menghitung NPV proyek tersebut. Dari dasar ini, dibuat suatu skenario terburuk atau terbaik yang mungkin terjadi pada saat pelaksanaan proyek tersebut.
Kelemahan dari scenario analysis adalah hanya sedikit perbedaan yang terjadi pada hasil akhir perhitungan NPV, padahal masih banyak kemungkinan lain yang tidak terbatas jumlahnya.
2.10 Sensitivity Analysis
Sensitivity analysis bukan merupakan metode pengukuran kelayakan suatu proyek, analisis ini hanya merupakan alat bantu untuk menguji sensitivity perhitungan NPV dan IRR apabila ada satu asumsi yang berubah sedangkan asumsi lainnya dianggap tetap. Perubahan asumsi menyebabkan estimasi arus kas berubah. Hasil dari analisis ini mengilustrasikan efek dari perubahan asumsi tersebut.
Analisis ini untuk melihat seberapa besar perubahan yang terjadi pada NPV dan IRR apabila ada perubahaan satu parameter sedangkan yang lain tetap sehingga dapat dilihat kemungkinan lain yang dapat terjadi. Analisis ini dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan risiko dari proyek tersebut. Biasanya perusahaan menggunakan 3 (tiga) asumsi (best, optimistic, pessimistic) perhitungan untuk melihat perubahan NPV. Grafik menunjukan semakin curam kemiringan garisnya maka semakin sensitif NPV terhadap perubahan variabel tersebut (Houston, 2006).
Kelemahan dari sensitivity analysis adalah jika pengambil keputusan secara tidak sengaja melakukan kesalahan estimasi pada salah satu variabel dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
2.11 Break-Even Analysis
Analisa ini menggunakan pendekatan untuk penetuan jumlah barang yang dijual pada harga tertentu untuk menutupi biaya yang ada karena transaksi tersebut
2.12 Monte Carlo Simulation
Simulasi Monte Carlo adalah konsep strategi yang menggunakan model dari ketidakpastian. Konsep ini menggabungkan antara sensitivitas dan kemungkinan variabel input. (Ross, 2008).
Penelitian ini menggunakan program Crystal Ball. Program akan memulai dengan memilih secara acak setiap variabel (asumsi) yang berpengaruh dalam cash flow, kemudian program tersebut akan menghitung kemungkinan APV yang dapat
terjadi. Ada 1000 kemungkinan yang dapat terjadi, rata-rata (mean) dan standar deviasi APV ini kemudian dihitung. Rata-rata (mean) merupakan ekspektasi probobilitas proyek sedangkan standar deviasi merupakan risiko dari proyek tersebut.
DCF Analysis - AllergyGone Year 0 Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Cost/Package $6.00 $6.05 $6.10 $6.17 $6.22 # Sold 802,000 967,000 1,132,000 1,297,000 1,462,000 Gross Revenues $4,812,000 $5,850,350 $6,905,200 $7,998,167 $9,088,767 Cost of Revenues $3,609,000 $4,387,763 $5,178,900 $5,998,625 $6,816,575 Gross Income $1,203,000 $1,462,588 $1,726,300 $1,999,542 $2,272,192 Operating Costs $120,300 $146,259 $172,630 $199,954 $227,219 Net Income Before Taxes $1,082,700 $1,316,329 $1,553,670 $1,799,588 $2,044,973 Taxes $346,464 $421,225 $497,174 $575,868 $654,391
Initial Investment
$3,400,000
Net Income
$3,400,000 $736,236 $895,104 $1,056,496 $1,223,720 $1,390,581
NPV $502,080 IRR 15% Assumptions Taxes 32% Discount Rate 10% Cost of Revenues % 75% Operating Cost % 10% Other Assumptions: Depreciation is equal to working capital, no interest, capital expenditures are negligible.
Sumber: Contoh Program Crystal Ball
Komentar
Posting Komentar